Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

GORESAN SANG PELUKIS MASA DEPAN

Oleh : Swasti Shinta Meirina, S.Pd


Sejarah tidak pernah lupa bahwa pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, terjadi sebuah peristiwa penting yang tidak akan pernah terlupakan oleh negara Jepang dari masa ke masa. Pada saat itu, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Dalam kurun waktu 2 sampai 4 bulan pertama setelah pengeboman terjadi, menewaskan sedikitnya 90.000 - 146.000 orang di Hiroshima dan 39.000 – 80.000 di Nagasaki. Pada bulan-bulan selanjutnya, korban semakin bertambah. Sebagian besar dari mereka meninggal karena efek luka bakar, penyakit radiasi, cedera lain dan kekurangan gizi. Kaisar Hirohito, penguasa Jepang pada saat itu berkata, “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?,” pertanyaan tersebut membuat bingung para jenderal. Mengapa guru yang pertama kali ditanyakan oleh kaisar Hirohito?. “Kita telah jatuh karena kita tidak belajar, kalau kita semua tidak belajar, bagaimana kita akan mengejar mereka.? Maka kumpulkan semua guru yang tersisa, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan pada kekuatan pasukan.” Ujar kaisar Hirohito menjawab kebingungan para jenderalnya. Usaha tersebut membuat Jepang bangkit dari keterpurukannya, hingga saat ini kita semua tahu Jepang menjadi salah satu negara adidaya di dunia.

Pendidikan merupakan aspek penting dan paling utama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hampir semua negara di dunia berlomba-lomba mencari cara untuk meningkatkan sistem pendidikan di negara mereka, karena menyadari dengan sistem pendidikan yang baik, hal tersebut dapat mencetak generasi penerus bangsa yang bermutu dan berkualitas, sehingga dapat membangun dan memajukan bangsa dan negerinya.

Di negara Indonesia, pendidikan menurut saya belumlah berjalan maksimal. Di satu sisi pemerintah ingin menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan pemerataan sarana dan prasarana yang memadai. Masih banyak kita temui di beberapa sekolah terpencil, akses untuk menuju sekolah tersebut amatlah sulit, murid-murid ada yang harus menyeberangi sungai, jembatan layang atau berjalan berpuluh kilometer jauhnya untuk menuju ke sekolah mereka. Bahkan terkadang harus mempertaruhkan nyawa mereka karena jalan menuju sekolah yang berbahaya, namun dengan semangat yang berkobar untuk mendapatkan ilmu, semua tantangan tersebut mereka hadapi. Disamping itu, hampir sebagian besar murid putus sekolah disebabkan oleh ketidak mampuan biaya sekolah. 

Sebenarnya pemerintah sudah mempunyai program pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau beasiswa pendidikan lain sejenisnya, yang dikhususkan untuk membantu mengatasi biaya pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu. Namun kenyataannya, pelaksanaan di masyarakat tidak sesuai seperti yang diharapkan. Banyak terjadi penyimpangan, pemberian KIP ataupun beasiswa pendidikan justru tidak tepat sasaran, adanya campur tangan oknum petugas membuat rakyat yang seharusnya berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah justru tidak mendapatkan, sebaliknya bantuan tersebut beralih kepada masyarakat yang dipandang mampu. Hal itu terjadi karena kurangnya pengawasan oleh pemerintah dalam sistem pendistribusiannya di tingkat bawah.


Sehingga seakan-akan pemerintah tidak tahu-menahu mengenai penyelewangan beasiswa pendidikan tersebut.


Pendidikan pasti tidak lepas dari peran serta guru di sekolah. Guru dikenal sebagai pelukis masa depan, karena di tangan seorang gurulah akan lahir tokoh- tokoh hebat dan pembangun negeri yang berkualitas. Seorang guru mempunyai tugas mengajar, mentransfer ilmu pengetahuan yang mereka miliki kepada murid, sehingga bisa pintar dan memperoleh informasi yang dibutuhkan. Bisa dikatakan profesi guru adalah seni, karena mereka menyadari bahwa tingkat kemampuan setiap murid tidak sama dalam menerima ilmu atau informasi yang disampaikan, hal tersebut menjadi tantangan bagi guru untuk mencari cara, metode ataupun model pembelajaran yang tepat agar tercapai tujuan yang diharapkan. Sisi lain peran seorang guru juga mendidik, menuntun dan mengarahkan murid untuk bertingkah laku dan bertutur kata sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya hal tersebut terkadang menemui tantangan, disaat murid berlaku tidak sopan bahkan tidak menghargai gurunya. 

Dalam menjalankan tugasnya, guru dilindungi oleh Undang-undang no.14 tahun 2005, pasal 1 ayat (1) tentang guru dan dosen. Disebutkan bahwa “guru secara khusus, adalah pendidik profesional dengan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.” Berdasarkan isi undang-undang tersebut, sudah jelas bahwa tugas guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi sekaligus pula sebagai pendidik.

Seiring berjalannya waktu, tugas seorang guru terasa bertambah berat, karena di era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini, guru dituntut untuk menyiapkan dan dapat mencetak generasi emas yang siap untuk membangun bangsa. Namun di sisi lain, tingkah laku murid mulai banyak terpengaruh kepada hal-hal negatif yang mereka lihat dan temui di lingkungan sekitar mereka. Sehingga keadaan tersebut berimbas kepada mental maupun fisik mereka di sekolah. Tingkat pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan oleh murid di sekolah bertambah. Salah satunya kasus pelanggaran siswa yang dialami oleh almarhum bapak Ahmad Budi Cahyono, salah satu guru di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Torjun. Tanggal 3 Februari 2018, meskipun sudah lama berlangsung, namun peristiwa tersebut masih tetap melekat sampai saat ini, beliau meninggal dunia di tangan seorang muridnya sendiri di sekolah, dengan meninggalkan istri tercinta yang telah mengandung buah hati pertama mereka, dan kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Musibah yang dialami bapak Ahmad Budi Cahyono, merupakan titik terendah rusaknya akhlaq dan mental generasi penerus bangsa. Murid yang seharusnya menghormati dan menghargai jasa dan perjuangan guru yang telah memberikan ilmu dan kasih sayang kepadanya di sekolah, justeru harus mempertaruhkan nyawa di tangan anak didiknya sendiri. Guru seringkali disalahkan bahkan dilaporkan ke kepolisian dalam tindakannya mendisiplinkan murid. Undang- undang no.23 tahun 2002 pasal 54 tentang perlindungan anak, biasanya menjadi referensi dalam mempidanakan seorang guru.

Dalam perspektif saya sebagai seorang guru. Guru tidak akan melakukan sesuatu yang bersifat mendisipilnkan muridnya, apabila murid tersebut tidak berbuat kesalahan. Guru adalah manusia biasa, bukan seorang dewa yang akan dengan sendirinya membuat semua murid pintar apabila tidak ada usaha dari murid itu sendiri. Guru juga bukanlah sebuah robot yang tidak mempunyai perasaan dan hati dalam menghadapi tingkah laku muridnya yang dianggap keliru atau berbuat salah. Harapan saya adalah mendidik jangan hanya dibebankan sepenuhnya kepada guru, namun peran serta orang tua di rumah dan masyarakat sangat perlu dibutuhkan. Pada dasarnya kebahagiaan sejati seorang guru adalah melihat anak didiknya menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas, berakhlak, bermartabat dan bermanfaat bagi agama, keluarga dan orang lain.

PROFIL PENULIS

Nama : SWASTI SHINTA MEIRINA, S.Pd Instansi : UPTD SMPN 4 CAMPLONG

Kabupaten : Sampang

Provinsi : Jawa Timur

Jenis Tulisan : ARTIKEL POPULER (Non fiksi)

Email : swastimeirina75@guru.smp.belaj

ar.id


*Tulisan ini adalah hasil karya peserta webinar MENULIS ITU MUDAH DAN MENYENANGKAN yang diselenggarakan oleh IGI Sampang


Post a Comment for "GORESAN SANG PELUKIS MASA DEPAN"

Template Blogger Terbaik Rekomendasi