GURU SMAN 11 SURABAYA BERHASIL MEREFLEKSIKAN PEMANFAATAN _PLATFORM ARTIFICIAL INTELLIGENCE_ DALAM PENYUSUNAN PENYUSUNAN MODUL AJAR
Oleh: Marjuki
Universitas Qomaruddin Gresik
Fasilitator Program Sekolah Penggerak
Keinginan kuat para guru untuk menyusun modul ajar tidak dapat diabaikan. Bu Nana Petty Puspitasari, S.Pd., M.Pd., Kepala SMAN 11 Surabaya mengakomodir keinginan para guru agar mudah menyusun modul ajar. Pada hari Kamis, 17 Oktober 2024 merupakan saat yang tepat melaksanakan, Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Kegiatan Kombel Sekolah dan Penguatan Kompetensi Literasi Guru. Pelatihan ini ditunggu-tunggu oleh para guru karena sudah inden tiga bulan sebelumnya. Peserta semangat terlibat belajar secara fisik maupun mental. Saya juga heran, sudah berlatih tiga kali kok tidak ada bosannya. Alhamdulillah belajarnya totalitas sehingga dapat merefleksikan kebermanfaatan _platform artificial intelligence (AI)_ dalam penyusunan modul ajar.
Sampai sekarang, tidak sedikit yang merasa bingung menyusun modul ajar. Penyusunan modul ajar dapat dilakukan banyak cara, misalnya: Adopsi, Adaptasi, Modifikasi, dan Membuat baru. Penyusunan modul ajar dengan cara adopsi, bilamana mengambil modul yang sudah ada tanpa melakukan perubahan yang signifikan. Modul diadopsi jika sudah dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran, konteks, dan kebutuhan anak. Biasanya modul diadopsi karena isinya sudah lengkap dan sudah terbukti efektif. Di sisi lain, ada cara CPDE _(Copy Paste Delete Edyt)._ Sering kali kita dibuat terkaget-kaget dengan cara CPDE. Mengapa? Biasanya kita tinggal ambil contoh yang ada. Sudah setuju dan cocok isinya. Saking senangnya tidak pakai lama, langsung _copy, paste, delete, edyt._ Cepat selesai, akan tetapi sering ceroboh. Misalnya Sekolah A berdomisili di Surabaya, nama kepala sekolah Mr X. Modulnya diadopsi oleh guru sekolah B, domisilinya di Gresik, nama kepala sekolahnya Ms Y. Pada saat minta tanda tangan, kepala sekolahnya kaget bukan main. Mengapa? Nama sekolahnya sudah betul, tetapi domisilinya tetap Surabaya dan nama kepala sekolahnya masih Mr X. Padahal lembaganya berdomisili di Gresik, nama kepala sekolah seharusnya Ms Y, dan jenis kelaminnya tidak sama. Ini salah satu risiko cara CPDE.
Adaptasi modul ajar dengan cara menyesuaikan yang sudah ada dengan kondisi atau konteks pembelaran yang baru tanpa mengubah banyak dari materi utama. Perubahan yang dilakukan lebih bersifat menyesuaikan agar lebih relevan dengan konteks atau kebutuhan lokal, misalnya bahasa, contoh-contoh, atau budaya stempat. Modifikasi modul dilakukan dengan cara mengubah modul yang ada dengan penyesuaian yang lebih banyak daripada adaptasi. Dalam modifikasi, perubahan bisa mencakup materi utama, struktur modul, serta pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus atau preferensi pengajar. Modifikasi memungkinkan untuk membuat modul lebih sesuai dengan kurikulum atau preferensi gaya belajar anak.
Membuat modul baru dilakukan dengan menetapkan tujuan pembelajaran, melakukan asesmen awal, memanfaatkan data profil anak, memilih model, merancang modul mulai pendahuluan, kegiatan inti, penutup, instrumen penilaian, lembar kerja, bahan ajar, dll. Model dan bentuk kelengkapan modul ajar, guru memperhatikan keberagaman karakter dan kebutuhan anak, serta daya dukung pendidikan yang ada. Guru memiliki kewenangan sepenuhnya merancang pembelajaran agar dapat memfasilitasi dan memberikan layanan terbaik. Fasilitasi dan layanan diberikan ruang seluas-luasnya agar anak dapat belajar secara fisik maupun mental. Jika anak belajar secara fisik maupun mental memungkinkan anak leluasa mencapai hasil belajar semaksimal mungkin.
Walaupun sudah ada empat cara menyusun modul ajar, faktanya sampai sekarang masih sulit menyusun modul ajar. Mengapa? Karena guru belum sepenuhnya memiliki 16 kompetensi berikut:
1) Menganalisis komponen kurikulum,
2) Menganalisis capaian pembelajaran (CP),
3) Menyusun tujuan pembelajaran (TP),
4) Mengkode TP (jika ruwet),
5) Menyusun alur tujuan pembelajaran (ATP),
6) Menyusun instrumen asesmen formatif awal,
7) Melaksanakan asesmen formatif awal,
8) Membuat peta konsep maupun peta pikiran _(mind map)._
9) Menyusun bahan ajar,
10) Menyusun lembar kerja,
11) Membuat media pembelaharan,
12) Pendalaman pembelajaran terdiferensiasi,
13) Pendalaman model, dan metode pembelajaran,
14) Pendalaman konsep asesmen formatif dan sumatif,
15) Menyusun KKTP (kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran), instrumen, rubrik, pengolahan hasil belajar, dan laporan hasil belajar,
16) Menyusun Modul ajar.
Apa permasalahannya? Sampai sekarang, kita sebagai guru masih belum sungguh-sungguh menguasai dan mendalami 16 kompetensi yang harus dimiliki guru agar dapat menyusun modul ajar. Karena tidak sempat berlatih 16 kompetensi tersebut, bisa dicoba dengan memanfaatkan aplikasi atau _*platform artificial intelligence (AI).*_ Kita tidak dapat menghindari pemanfaatan digital. Saat ini kita jumpai ada empat platform digital AI, yaitu:
1) ChatGPT,
2) Gemini,
3) Copilot, dan
4) Bahasa. Keempat memiliki jangkauan dan akurasi berbeda-beda.
ChatGPT (Open AI) dibuat untuk percakapan dan membantu dengan berbagai topik umum, pengkodean serta asistensi kreatif. Akurasi biasanya tinggi dalam konteks-konteks luas dan terbuka, tetapi kurang presisi pada domain sangat spesifik tanpa pelatihan tambahan. *Gemini _(Google Deep Mind)_ dikembangkan oleh Google. Gemini fokus pada pemrosesan bahasa alami tingkat lanjut, mungkin memiliki akses data lebih luas dari Google.* Google sering meng- _update_ data sehingga lebih akurat dalam menjawab pertanyaan. *Copilot _(GitHub/Microsoft)_ dirancang lebih khusus untuk membantu pengkodean.* Copilot unggul dalam pemrogaman, seperti menulis kode, menyarankan fungsi atau _debubgging,_ tetapi kurang cocok untuk percakapan umum yang mendalam. *Bahasa Manusia. Dirancang agar lebih cepat menyelesaikan perhitungan atau pengambilan data informasi dari volume lebih besar.* Platform ini juga membantu memahami konteks yang luas, intuisi, dan nuansa budaya.
Guru SMAN 11 Surabaya setelah berselancar ke semua platform dapat menemukan platform yang dapat membantu menyusun modul ajar dengan cepat dan memenuhi harapan, sambil senyam-senyum. Refleksi perlu dilakukan untuk mengembangkan bernalar kritis terkait isi, proses, dan hasil. Bagaimana hasil refleksinya? Kita simak uraian berikut ini.
*Pertama. Merasa masih nge-_blank.*_ Mengapa? Walaupun modul ajar tersusun lengkap sesuai harapan, akan tetapi tidak berkesan alias nge-_blank._ Merasa galau, dari mana asalnya ujug-ujug modul ajarnya selesai. Mengapa nge-_blank?_ Dalam pikiran tidak ada konflik kognitif, tidak ada asimilasi dan akomodasi. Ujug-ujug sudah selesai. Karena tidak ada konflik kognitif, tidak ada internalisasi, tidak menyentuh kesadaran akhirnya tetap nge-_blak._ Mengapa dalam menyusun modul ajar hendaknya memiliki dan menguasai 16 kompetensi, seperti yang di atas? Kalau hanya pokoknya jadi modul ajar bisa gunakan keempat platform AI tersebut.
*Kedua. Kualitas dan akurasi konten.* Meskipun AI dapat membantu manusia lebih cepat, akan tetapi terkait keluasan, kedalaman, keakurasian pengembangan konten masih jauh api dari panggang. Tidak heran pada mapel (mata pelajaran) tertentu modulnya terlalu singkat dan tidak lengkap. Hal ini juga membingungkan guru.
*Ketiga. Minimnya sentuhan pribadi.* Mengapa? AI tidak memiliki empati atau emosional sehingga materi yang disusun tampak kaku dan formal. Pada materi tertentu yang membutuhkan emosional dan kepekaan sosial, AI tidak bisa menjangkau dari sisi kemanusiaan. *Untuk mengecek kenyambungan konsep, alur pembentukan kompetensi, urutan konsep, kerunutan berpikir, keakurasian, kelayakan, perlu _professional judgement_ dari seorang guru.*
*Keempat. Kurang fleksibel untuk bernalar kritis dan kreatif.* AI menghasilkan modul ajar sesuai dengan yang disajikan oleh perancangnya. Platform dapat membatasi bernalar krtis dan kreatif. Guru tidak bisa memaksakan platform harus sesuai keinginannya, apalagi platform gratisan, tambah terbatas. Bagaimana modul ajar dapat mengakomodir keterampilan bernalar kritis dan kreatif? Guru dapat menambah elemen bernalar krtis dan kreatif. Guru dapat menyusun langkah pembentukan bernalar kritis dan kreatif yang lebih konkret.
*Kelima. Etika, privasi, dan konteks lokal.* Penggunaan data, informasi platform tanpa izin atau tanpa perlindungan yang memadahi dapat menimbulkan masalah etika dan privasi. Platform AI juga kurang memami konteks lokal, budaya, dan nilai-nilai yang relevan. Sering kali menggeneralisasikan sehingga tidak sesuai kebutuhan lokal, komnitas tertentu dan lain sebagainya.
Walhasil, *guru SMAN 11 Surabaya dapat merefleksikan pemanfaatan _Platform Artificial Intelligence_ sebagai inspirasi.* Kita tidak dapat menghindari teknonogi digital. Oleh karenanya kita tidak boleh apriori, _underestimate,_ apalagi menolaknya. Semua ini berjalan sesuai sunatullah, kita harus pandai-pandai mengedukasi anak-anak karena mereka sudah menggunakannya. *Peran guru masih mulia, tidak tergantikan oleh teknologi. Platform apa pun tidak dapat menggantikan peran dan fungsi guru. Tetap semangat para guru selalu berinovasi. Jangan lelah belajar. Jika tidak belajar, berhenti menjadi guru.*
Gresik, 05 Nopember 2024
Post a Comment for "GURU SMAN 11 SURABAYA BERHASIL MEREFLEKSIKAN PEMANFAATAN _PLATFORM ARTIFICIAL INTELLIGENCE_ DALAM PENYUSUNAN PENYUSUNAN MODUL AJAR"