Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

MGMP PENDIDIKAN PANCASILA KABUPATEN NGANJUK BERHASIL MEREFLEKSIKAN IMPLEMENSI PRINSIP ASESMEN DI KELAS

Oleh: Marjuki

Universitas Qomaruddin Gresik

Fasilitator Program Sekolah Penggerak


MGMP Pendidikan Pancasila yang dibina oleh bunda Hj. Wuri Astuti, S.Pd., MM., selalu haus dengan informasi kekinian. Hari Rabu, 06 Nopember 2024 merupakan momen penting bagi MGMP Pendidikan Pancasila Kabupaten Nganjuk. Mengapa? Para guru Pendidikan Pancasila dapat mengurai benang kusut konsep asesmen Kurikulum Merdeka dan implementasinya. Mereka baru menyadari betapa pentingnya mendalami prinsip asesmen dalam Implementasi Kurikulum Merdeka. 


Prinsip asesmen dalam Implementasi Kurikulum Merdeka. Kita tahu bahwa pada Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Edisi Revisi Tahun 2024 hanya ada tiga macam prinsip asesmen, yaitu: 

1) Berkeadilan, 

2) Objektif, dan 

3) Edukatif. 

Tiga macam tersebut menjadi sederhana dan mudah diingat.


Pertama. Dikatakan berkeadilan, bilamana asesmen tidak terpengaruh oleh latar belakang anak, apa pun identitasnya. Hal ini mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Mengapa? Masih melekat budaya sungkanisasi. Tidak sedikit, kita dibuat salting (salah tingkah) jika menilai anaknya: teman, besti, kepala sekolah, apalagi menilai anak pejabat. Agar tidak ngaji (ngarang biji), berikan bantuan sesuai dengan tingkat perkembangannya _(zone of proximal development)._ Dengan bantuan yang bervariasi, yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, yang sesuai dengan kebutuhannya, yang sesuai dengan minatnya, diharapkan hasil belajar mereka meningkat tanpa harus kita ngaji. 


Dikatakan berkeadilan, bilamana pendidik dapat menentukan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) yang dikomunikasikan secara aktif, jelas, gamblang sampai menyentuh kedadarannya. Mengapa? Selama ini kita sebagai guru sering lupa menyampaikannya. Andaikan sudah menyampaikannya, seringkali tidak jelas dan tidak gamblang. Andaikan sudah jelas dan gamblang tetapi belum menyentuh kesadarannya. Mengapa harus menyentuh kesadarannya? Agar anak terpacu dan terpicu untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran, bahkan bisa melampaui ketuntasan kriteria minimal. Hal ini yang sering tidak disadari oleh kita. 


Dikatakan berkeadilan, bilamana asesmen yang diarancang dapat memberikan ruang, akses yang luas agar anak secara terus menerus dapat memperbaiki cara belajarnya untuk mencapai hasil belajar seperti yang dinginkan. Dalam hal ini, kita sebagai guru banyak membatasi ruang, kesempatan, dan akses anak untuk menjadi lebih baik. Banyak alasan yang dapat diberikan agar tidak merepotkan kita sebagai guru. 


Kedua. Dikatakan objektif, bilamana di awal pembelajaran diaksanakan asesmen. Mengapa? Asesmen awal penting dilakukan untuk mengetahui kesiapan belajar kognitif maupun non kognitif. Mengetahui tingkat perkembangan. Mengetahui kebutuhan anak. Mengetahui minat belajar anak. Jika sudah memiliki data profil anak, guru dapat mempertimbangkannya dalam merancang pembelajaran dan memberikan layanan belajar. Layanan belajar dapat diberikan selama dalam kelas pembelajaran dan di luar kelas pembelajaran sebaga tindak lanjut. Jika hal ini terjadi, merupakan hal yang benar. Pada hakikatnya, asesmen mengukur dampak pembelajaran yang dilaksanakan guru. Secara objektif guru telah mengukur dampak pembelajarannya. 


Dikatakan objektif, bilamana guru menggunakan berbagai macam teknik asesmen sesuai dengan tujuan pembelajaran, layanan pembelajaran (diferensiasi konten, proses, dan produk), tingkat perkembangan anak, kebutuhan anak, tingkat kesulitan anak, dan minat belajar anak. Setiap individu anak memiliki ragam keunikan. Sebenarnya kita tahu keunikannya beragam, tentu saja tidak mengukur dengan satu cara. Sekalipun kita sudah lama tahu dan paham hal ini, masih saja kita "kekeh" menggunakan satu jenis bentuk asesmen. Lagi-lagi kita harus bisa menyusun sekian alasan agar tidak merepotkan guru. 


Ketiga.Dikatakan edukatif, bilamana pembelajaran yang dirancang mengacu tujuan pembelajaran, diimplementasikan untuk membentuk kompetensi sesuai tujuan pembelajaran, diberikan umpan balik, dilakukan refleksi bersama agar terbentuk budaya mutu perbaikan cara belajar anak. Anak betul-betul sadar, punya motivasi diri untuk memperbaiki cara belajarnya. Cara belajar bisa diulang-ulang beberapa kali agar dapat mencapai hasil belajar seperti yang diinginkannya. Guru sedapat mungkin memberi ruang, kesempatan anak remidi berkali-kali sampai keinginannya tercapai. Pertanyaannya, apa ikhlas gurunya? 


Dikatakan objektif, bilamana dapat melibatkan anak dalam melakukan asesmen. Bagaimana caranya? Bisa dengan; penilaian diri, penilaian antar teman, refleksi diri, dan pemberian umpan balik antar teman. Walaupun banyak alternatif, tetapi tidak mudah di implementasikan. Mengapa? Kita sebagai guru masih ada yang _underestimate._ Banyak alasan yang bisa dibuat, misal: Tidak objektif, memakan waktu lama, bertele-tele, anak tidak paham penyekoran walaupun sudah ada rubrik dan pedoman penyekoran serta guru tidak bebas memberikan penilaian, dst. Dalam ini yang paling tidak siap adalah kita sebagai guru. 


Prinsip asesmen sebagai cara pandang, landasan, dan sikap kita dalam merancang serta mengimplementasikannya secara benar. Asesmen yang dirancang mampu memunculkan motivasi diri anak belajar menggunakan hasil asesmen untuk memperbaiki cara belajar dan mutu hasil belajar. Teruslah berinovasi agar anak sadar belajar itu kebutuhan. Belajar tidak hanya fisik melainkan mental. Belajar harus dalam keadaan sadar. Jika belajar dengan sadar dapat membentuk budaya perbaikan mutu. 


Senin, 11 Nopember 2024

Post a Comment for "MGMP PENDIDIKAN PANCASILA KABUPATEN NGANJUK BERHASIL MEREFLEKSIKAN IMPLEMENSI PRINSIP ASESMEN DI KELAS"

Template Blogger Terbaik Rekomendasi