Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Pendidikan Keluarga Pilar Bangsa

 Oleh : Budi Badrussalam, S.Pd


Kemajuan sebuah peradaban ditentukan dari bagaimana manajemen pendidikan berjalan dengan baik. Kondisi ini bukan hanya peranan sekolah sebagai institusi terkait dengan fungsi operasionalnya, tetapi juga kualitas manajemen pendidikan di keluarganya. Keluarga sangat memainkan andil baik buruknya sistem pendidikan dalam sebuah bangsa. Kondusifitas dan keharmonisan kehidupan orang tua berdampak besar terhadap perkembangan moral dan mental anak-anaknya, Walaupun guru-guru di sekolah berupaya menciptakan suasana yang mendukung peran orang tua di rumah, namun durasi kebersamaan yang hanya kurang lebih 7 jam sehari sejatinya menjadi peran pengganti tidak akan begitu saja mengalir dengan mudah.

Di sisi lain, sekolah diberikan target pencapaian. Standar keberhasilan sudah ditentukan dan dimonitor setiap waktu. Bagaimanapun juga tidak ada sekolah yang tidak memiliki kendala atas ketidakberhasilan meraih standar tersebut. Beragam faktor melandasi angka atau prosentasi tidak tercapainya target tersebut. Sebagai contoh, saya melihat terutama di daerah lingkungan sekolah tempat saya mengabdi yang sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah buruh diperparah oleh kondisi keharmonisan keluarga terkoyak perceraian, Sebenarnya potensi yang dimiliki siswa cukup baik dan bisa digali. Namun kondisi tidak baiknya keluarga menjadi penghambat bagi mereka untuk mengembangkan potensi dirinya. Sekolah senantiasa dihadapkan dengan kenyataan di lapangan seperti itu.

Pada prakteknya, guru akan sering melakukan interaksi intens dengan siswa yang mengalami latar belakang keluarga dengan keadaan seperti disampaikan tadi. Bahkan, kunjungan rumah/home visit pun menjadi bagian dari agenda yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Mengenal lebih dekat anak didik dari hati ke hati dan melihat langsung keadaan orang tuanya, sambil melakukan komunikasi batiniah dengan mereka agar tercipta suasana yang membuat si anak diminimalisasi kecamuk hatinya yang tidak menentu kemudian melampiaskan perilaku negative yang tidak diinginkan baik oleh guru maupun keluarganya. Harapannya, beban pikiran dan mental mereka lebih terkendali. Sudah seperti itulah seharusnya peran guru terhadap anak didiknya. Tugas guru bukan sekedar mengajar, melainkan juga sebagai pendidik. Seperti halnya kepada orang tuanya sendiri, para siswa akan secara jeli meneladani perilaku baik atau buruk gurunya dalam tindakan maupun tutur kata. Oleh karena itu orang tua dan guru harus bersinergi positif membangun manajemen pendidikan yang handal dan bermutu.

Ada pepatah mengatakan “Rumahku Surgaku” mengingatkan saya pada keadaan keluarga yang harmonis, penuh kasih dan dambaan semua orang. Gambaran tersebut terlihat ketika Ema dan Abah yang seia sekata begitupun anak-anaknya menjadi penyejuk mata orang tuanya di Film “Keluarga Cemara” yang pernah ditayangkan di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu. Kita bisa saksikan ilustrasi suasana keakraban tersaji setiap waktu. Bagaimana komunikasi yang dibangun oleh seluruh anggota keluarga, ayah, ibu dan anak-anaknya begitu ideal dan serasi. Sejenak kita membayangkan bagaimana kalau situasi keluarga seperti itu terjadi di setiap keluarga. Alangkah menyejukkannya!! Padahal kondisi “Keluarga Cemara” dari sisi ekonomi begitu sederhana. Si abah yang berprofesi sebagai tukang becak dan si ema yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga. Dari film ini kita dapat melihat adanya ketenangan dan kenyamanan bathin tak bisa diukur dengan materi. Sebuah kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kondisi keluarga yang serba kekurangan namun tersambar prahara, seperti kasus perceraian dan KDRT. Dan inilah yang terjadi di lingkungan keluarga beberapa siswa di daerah tempat saya bekerja.

Saat ini, tantangan hidup semakin kompleks. Ketersediaan dan penemuan teknologi dalam komunikasi yang serba cepat semakin mempertebal kompleksitas tantangan hidup semua orang, termasuk keluarga. Media sosial menjadi ‘teman baru yang setia setiap saat’mengajak memalingkan perhatian. Mereka yang di rumahnya tidak memperoleh kenyamanan karena komunikasi tersumbat. Orang tua tak lagi memiliki kendali yang sedang terjadi akibat persoalan internal yang tak kunjung usai. Anak-anak/para siswa melampiaskan kekesalannya, nongkrong di warnet atau facebook lah menjadi Teman Bareng Curhat (TBC) mereka. Ketidakseimbangan ini menjadi juga tugas berat guru di sekolah, yang suka atau tidak suka menjadi ‘bertepuk sebelah tangan’. Mereka para orang tua sudah tidak menyadari dan memahami lagi peran dan fungsi mereka sendiri. Walhasil, beragam akibat yang terjadi terhadap anak yang mengalami hal itu, misalnya permasalahan anak hamil diluar nikah, melakukan perilaku pornografi, KDRT, putus sekolah atau tak melanjutkan sekolah, dan lain lain. Yang terakhir juga tidak sedikit ditemukan di lapangan karena sang ayah sudah tidak produktif akibat sakit maupun karena perceraian maka sang anak lah yang menggantikan peran sang ayah.

Benang kusut sejumlah peristiwa itu berlangsung dari generasi ke generasi. Dimana kita harus temukan ujung benangnya? Dimanakah munculnya awal masalah? Barangkali bermula dari :

Menikah terlalu dini, terpola paradigma konservatif orang tuanya, dan 

Tidak cerdas memilih pasangan hidup, tidak merumuskan perspektif masa depannya. 

Saya meyakini menjalani kehidupan baik di keluarga baik bersama orang-orang baik didukung lingkungan yang baik di atas kertas segalanya akan baik. Ketika memilih pasangan hidup dengan meminta petunjuk langsung dari Tuhan adalah sistem pendidikan bangsa bermula. Melalui cara itulah kita menentukan arah kehidupan dan kemajuan bangsa. Tuhan lah yang lebih mengetahui bagaimana perjalanan yang akan kita tempuh. Di atas petunjuk-Nya lah kita berjalan mengayuh kehidupan. Segala lini kehidupan akan menjadi bermakna kalau kita benar-benar memahami hal ini. Jangan remehkan untaian do’a yang dipanjatkan karena telah kita ketahui begitu tak terhingga contoh-contoh kisah inspiratif yang kita peroleh. Tak hanya di keluarga muslim maupun non muslim bagaimana peran keluarga membangun fondasi peradaban dan sejarah yang tak lekang dari ingatan dari generasi ke generasi.

Kesadaran membangun kematangan berpikir, bertindak atau mengambil keputusan masih minim di tengah masyarakat. Tentu saja peran seluruh elemen bangsa menentukan kelangsungan peradaban bangsa yang lebih baik. Guru dalam hal ini memiliki ruang yang strategis memaksimalkan fungsi peran publik bersama seluruh stake holder terkait. Saya meyakini tidak serta merta tugas seorang pendidik memecahkan segenap persoalan secara keseluruhan. Sehingga bila direnungkan contoh peristiwa yang terjadi di daerah tempat saya melaksanakan tugas dan kewajiban yang telah dikemukakan diatas, maka dimulai dalam keluarga lah peran kunci itu tercipta. Pemerintah juga diharapkan melakukan upaya monitoring secara intensif mensupport memperbaiki standar kelayakan dari sisi ekonomi masyarakat. Karena penyebab terjadinya problem klasik sosial ini juga karena factor ekonomi. 

Untuk mendukung gerakan ‘Revolusi Mental’ maka semua pihak harus menjadi teladan, semua pihak harus menjadi panutan dan semua pihak harus memberikan contoh baik dalam tindakan, ucapan atau tutur kata maupun perbuatan. Karena saya meyakini, kekuatan yang paling utama adalah bukanlah kekuatan kata-kata tetapi kekuatan perbuatan dan tindakan. Itulah modal dasar guna mencetak dan menghadirkan generasi yang bernilai, handal menuju bangsa yang beradab, bermartabat dan berkemajuan.  


Sekian, semoga bermanfaat! 


Profil Penulis 
Nama : Budi Badrussalam, S.Pd
Unit Kerja : SMP Negeri 8 Tasikmalaya
Kabupaten : Tasikmalaya
Provinsi : Jawa Barat
Jenis Tulisan : Non Fiksi
Email : budibadrussalam69@guru.smp.belajar.id


*Tulisan ini adalah hasil karya peserta webinar MENULIS ITU MUDAH DAN MENYENANGKAN yang diselenggarakan oleh IGI Sampang

Post a Comment for "Pendidikan Keluarga Pilar Bangsa"

Template Blogger Terbaik Rekomendasi