SMKN 1 DUDUKSAMPEYAN GRESIK BERHASIL MENGANALIS KENDALA IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA
Oleh: *Marjuki*
Universitas Qomaruddin Gresik
Fasilitator Program Sekolah Penggerak
Dalam situasi transisi, SMKN 1 Duduksampeyan Gresik yang dinakhodai oleh Bapak H. Syamsul Anang, M.M., menangkap kegelisahan para guru. Oleh karenanya segera melaksanakan *Workshop Peningkatan Pemahaman dan Penerapan Konsep Deep Learning di SMKN 1 Duduksampeyan Gresik, 11 - 13 Desember 2024.* Workshop telah berjalan lancar, sukses, tidak membosankan, walaupun sudah bertemu berkali-kali.
Mereka secara berkelompok menganalisis Implementasi Kurikulum Merdeka selama ini. Hasil analisis dipresentasikan ke kelompok lain dengan teknik karya kunjung. Teknik karya kunjung mengagumkan. Hasil analisis dikonfirmasi dan diverifikasi. Berdiskusi dengan kelompok lain, banyak memancing keseruan. Setiap kelompok berkolaborasi tidak hanya mampu menganalisis, melainkan juga mampu mengomunikasikannya dengan baik. Hasil komunikasi tentu saja tidak hanya memperjelas, melainkan memperkeruh. Akibatnya diskusi menjadi panas, seru, dan menyenangkan. Banyak hal yang dapat disorot seluas-luasnya.
*Pertama. Konten kurikulum masih dianggap padat dan kurang fokus.* Sekalipun setiap pergantian kurikulum selalu digembar-gemborkan untuk mengurangi konten atau materi. Kenyataannya, kontennya masih padat. Lebih parah lagi jika kurikulum lebih dipandang sebagai deretan konten daripada segepok kompetensi. Pendidik yang memiliki anggapan kurikulum sebagai konten akan berjibaku menghabiskan konten. Konten masih sarat dan padat. Akibatnya pembelajarannya dengan penjejalan konten agar cepat habis dan tuntas. Kondisi penjejalan konten tidak hanya dalam pembelajaran, tetapi juga dengan memperbanyak pekerjaan rumah (PR). Mengapa? Jika tidak ada PR, dianggap anak tidak belajar dan materi tidak habis. Kondisi semacam ini masih sulit digeser karena pendidik belum menemukan cara yang tepat. Belajar bukanlah dipaksa dengan penjejalan konten dan memperbanyak PR. Pertanyaannya, pembelajaran seperti apa yang dapat menyentuh kesadaran anak, bahwa belajar sesuai dengan kebutuhannya, dan belajar hari ini untuk sukses di masa depan?
*Kedua. Jumlah mata pelajaran masih terlalu banyak* Dianggap menjadi beban. Mengapa? Yang dipelajari terlalu banyak dan meluas. Akibatnya tidak mendalam pada aspek tertentu. Apalagi jika kurikulum dianggap konten, maka sekian banyak waktu diperlukan hanya untuk menguasai dan menghabiskan konten. Seharusnya waktu yang ada digunakan untuk pembelajaran sampai anak menjadi kompeten, expert, dan ahli. Bila perlu pembelajaran diulang-ulang dengan strategi, model, dan metode yang berbeda sampai anak menjadi kompeten. Pertanyaannya, pembelajaran seperti apa yang dapat membuat anak menjadi kompeten?
*Ketiga. Minimnya integrasi praktik dan teori.* Sampai sekarang pembelajaran seringkali lebih fokus ke teori daripada praktik. Hal ini menjadikan pembelajaran tidak bermakna. Mengapa? Integrasi praktik dan teori diharapkan dapat membantu anak memahami konsep secara mendalam dan dapat menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata. Hal ini tidak terjadi karena masih lebih banyak teori daripada praktik. Pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan praktis dan kemampuan menganalisis masalah. Pembelajaran mestinya dapat memicu kreativitas dan inovasi. Pertanyaannya, pembelajaran seperti apa yang dapat mengintegrasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan
praktik dan teori?
*Keempat. Minimnya pemahaman Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).* P5 memiliki bobot 30℅ dari seluruh waktu atau JP (Jam Pelajaran) Kurikulum Merdeka. Faktanya P5 tidak dilaksanakan dengan baik dan benar. Miriskan? Bobot 30℅ hilang begitu saja. Mengapa? Karena tidak paham. Mengapa? Mereka merasa belum dilatih sampai tuntas. Mengapa? Setiap pelatihan hanya dapat kulitnya saja. Mengapa? Pelatih dan yang dilatih sama-sama tidak paham. Mengapa? Pelatih dan yang dilatih, sama-sama mengalami miskonsepsi. *Konsep mereka sebenarnya salah, akan tetapi yakin benar alias ngeyel. Akibatnya sulit berubah, bahkan tidak sedikit dari mereka mengalami miskonsepsi permanen.* Mereka yang mengalami miskonsepsi permanen jumlahnya besar, maka secara otomatis menjadi penghalang yang tahu konsep. *Mereka dikatakan tahu konsep karena konsepnya benar dan yakin benar.* Pertanyaannya, pembelajaran seperti apa yang dapat mengurangi atau menggeser persentasi miskonsepsi?
*P5 merupakan pembelajaran kolaboratif lintas disiplin ilmu dalam mengamati, mengeksplorasi, dan/atau merumuskan solusi terhadap isu atau permasalahan nyata yang relevan bagi peserta didik.* Hal ini menjelaskan bahwa untuk memecahkan masalah perlu lintas disiplin ilmu. Lintas disipilin ilmu sering dilupakan, bahkan diabaikan. Mengapa? Karena tidak paham hakikat ilmu. *Ilmu dalam kehidupan sehari-hari tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling mengait.* Pada tahap awal P5 selalu dimulai dengan observasi (mengamati) permasalahan atau isu di sekitar. Apa yang terjadi? *Biasanya langsung menentukan tema dan topik, akibatnya anak tidak diajak berpikir dan bernalar kritis sehingga tidak ada internalisasi.* Mengapa? Tidak menyentuh kesadaran. Ujug-ujug anak bekerja sesuai dengan tema dan topik. Akibatnya berbasis konten. Apalagi jika sudah dibuatkan prosedur oleh pembimbingnya. Akibatnya anak bekerja sesuai resep pembimbing. *Anak tidak mengalami internalisasi. Akibatnya kesadaran anak tidak tersentuh.*
Seberapa penting kesadaran perlu tersentuh? *Sebab untuk mengubah perilaku anak, untuk membentuk karakter anak harus dilakukan dengan sesadar-sadarnya.* Bagaimana prosesnya agar kesadaran anak terbangun? Dalam P5, paling tidak ada terdapat proses: *Amati - Eksplorasi - Rumusan Solusi.* Faktanya, ketiga poin penting ini, anak tidak terlibat. *Anak tinggal menggunakan prosedur yang dibuatkan oleh pembimbing. Anak tidak terlibat dalam proses penting. Anak tidak mengamati permasalahan otentik atau isu nyata yang relevan. Anak tidak terinternalisasi. Anak tidak tersentuh kesadarannya. Anak tidak merasa dapat membentuk karakter profil pelajar Pancasila.* Dalam proses ini, *paling banyak terjadi miskonsepsi.*
*Kelima. Miskonsepsi gelar karya P5.* Mengapa? Tujuan giat P5 tidak lain adalah untuk membentuk karakter profil pelajar Pancasila (P3). P3 yang terdiri atas enam macam, yaitu: *Beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; Berkebinekaan Global; Bergotong Royong; Mandiri; Bernalar kritis; Kreatif.* Dengan adanya *miskonsepsi gelar karya, akibatnya yang ditonjolkan adalah pameran, pertunjukan, perhelatan, _show of force_ besar-besaran yang membutuhkan dana yang tidak sedikit.* Keberhasilan perhelatan besar-besaran menjadi parameter suksesnya P5. *Sementara anak tidak merasakan perubahan karakter P3 dalam dirinya. Pembentukan karakter P3 tidak terpublikasikan keberhasilannya.* Kondisi antagonis ini sulit digeser. Mengapa? *Karena sudah mengalami miskonsepsi permanen dan akut.*
*SMKN 1 Duduksampeyan Gresik berhasil menganalis Implementasi Kurikulum Merdeka terkait kendalanya, akar masalahnya, dan rencana tindak lanjutnya perlu diapresiasi.* Teruslah berjuang, berjibaku untuk mencari solusi. Jangan lelah mengidentifikasi masalah, mencari akar masalah, alternatif solusi, dan rencana tidak lanjut. *Kita tidak pernah tahu, ikhtiar yang mana, Allah SWT rida.* Tetap semangat dan bahagia.
Gresik, 27 Desember 2024.
_Mohon dengan hormat, jika artikel ini bermanfaat, bisa bantu share ke kolega atau di grup besti. Semoga menjadi amal jariyah kita. Allahumma aamiin._
Post a Comment for "SMKN 1 DUDUKSAMPEYAN GRESIK BERHASIL MENGANALIS KENDALA IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA"